Minggu lalu, aku jalan-jalan ke Mal Taman Anggrek, trus mampir ke Toko Buku Gramedia.
Dijajaran buku2 terbaru yang biasanya banyak ditempatkan di depan, aku melihat sebuah buku yang tampil beda dengan sampul hitamnya.. ngga hanya itu, covernya cukup sederhana menggambarkan seorang ibu yang sedang menari sambil menggendong anaknya. Langsung saja aku mendekat dan mengambil buku tersebut.
Judulnya "Toba Na Sae : Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad XIII - XX" karya salah seorang sastrawan '45, Sitor Situmorang yang diterbitkan oleh penerbit buku independen Komunitas Bambu. Ngga pusing, buku seharga Rp 65.000,- ini pun langsung aku beli.
Kenapa ? Karena aku Orang Batak dan pengen belajar sebanyak-banyaknya tentang apa dan bagaimana itu Batak dari berbagai sudut pandang.
Gini gambar cover buku-nya :
Sampai dirumah, buku ini ngga langsung aku baca.. maklumlah masih banyak kerjaan.
Butuh dua hari agar pembungkus plastik itu lepas dari bukunya dan menemani hari-hariku menjelang tidur..
Hahaha.. bukan berarti buku setebal 516 halaman ini aku jadiin bantal.. ngga dong..
Tapi aku bacanya menjelang tidur aja, nyicil lah... kan tebel..
Nah.. skrg udah hampir setengah isi buku ini aku baca. Dan sejauh ini, buku ini sangat berbobot dan jauh dari membosankan.. bahkan ada beberapa bab yg aku baca sampai 2 kali sebelum menuju ke bab selanjutnya.
Jadi secara garis besar, buku ini menceritakan tentang sejarah dan legenda Batak Toba selama 7 abad.
Namun Sitor tidak hanya menjelajahi mitosnya saja tetapi juga menjangkau lebih jauh tentang persoalan-persoalan yang mengiringi pertemuan antara sistem sosial politik Batak Toba pra modern dengan sistem pemerintahan kolonial Belanda.
Dalam buku ini digambarkan berbagai dimensi proses perubahan yang dialami oleh masyarakat Batak Toba dalam peralihannya dari masyarakat dengan budaya lama ke proses modernisasi dibawah pengaruh penjajahan, baik dari kolonialisme Belanda, gerakan Ratu Adil yg dipelopori Guru Somalaing sampai bangkitnya semangat kebangsaan modern Indonesia yg diwakili oleh gerakan HM. Manullang di awal abad XX.
Dalam membuat buku ini, Sitor secara kritis banyak memadukan arsip-arsip kolonial, hasil riset peneliti asing, catatan pengelana mancanegara dan sejarah lisan yang dikumpulkan dari masyarakat Batak Toba itu sendiri.
Tadinya aku mo bikin resensinya disini. Tapi berhubung Harian Kompas sudah pernah memuatnya, jadi ngga ada salahnya membaca resensi dari Kompas yang berjudul : Menjernihkan Sejarah Sosial Politik Batak Toba.
So, Toba Na Sae, buku yang merupakan hasil penelitian selama 10 tahun dan telah terpilih sebagai "Buku Bermutu" oleh Program Pustaka-Yayasan Adikarya IKAPI ini pantas dibaca oleh siapa saja yang ingin memahami dan menambah wacana dalam penjabaran dinamika kemasyarakatan Batak Toba dulu dan mengetahui akar masalah-masalah lingkungan, adat budaya, sosial dan politik Batak Toba di masa sekarang dan yang akan datang.
Sebagai tambahan, Sitor Situmorang juga pernah menerbitkan karya sastra yang berjudul "To Love To Wander: The Poetry of Sitor Situmorang
" yg diterbitkan oleh The Lontar Foundation
dan (yg satu ini softcopy-nya bisa didownload gratis) "Sitor Situmorang: Poet of Lake Toba".
Terima kasih buat Komunitas Bambu atas terbitnya buku yang sarat akan pengetahuan ini..